Wednesday, May 6, 2015

CONTOH KASUS HUKUM PERIKATAN

A. Kronologis Kasus
Pada permulaan PT Abdi Pamungkas(PT AP) dibuka dan disewakan untuk pertokoan, pihak pengelola merasa kesulitan untuk memasarkannya.  Salah satu cara untuk memasarkannya adalah secara persuasif mengajak para pedagang meramaikan komplek pertokoan di pusat kota Palembang itu.  Salah seorang diantara pedagang yang menerima ajakan PT Abdi Pamungkas adalah Azis Ismail, yang tinggal di Manggarai-Jakarta.
Azis memanfaatkan ruangan seluas 794,31 M2 Lantai III itu untuk menjual Baju Muslim dengan nama Toko Barokah.  Enam bulan berlalu Azis menempati ruangan itu, pengelola AP mengajak Azis membuat “Perjanjian Sewa Menyewa” dihadapan Notaris.  Dua belah pihak bersepakat mengenai penggunaan ruangan, harga sewa, Service Charge, sanksi dan segala hal yang bersangkut paut dengan sewa menyewa ruangan.  Azis bersedia membayar semua kewajibannya pada PT AP, tiap bulan terhitung sejak Juni 1998 s/d 30 Mei 2008 paling lambat pembayaran disetorkan tanggal 15 dan denda 2 0/00 (dua permil) perhari untuk kelambatan pembayaran.  Kesepakatan antara pengelola PT AP dengan Azis dilakukan dalam Akte Notaris Stefanus Sindhunatha No. 40 Tanggal 8/8/1998.
Tetapi perjanjian antara keduanya agaknya hanya tinggal perjanjian.  Kewajiban Azis ternyata tidak pernah dipenuhi, Azis menganggap kesepakatan itu sekedar formalitas, sehingga tagihan demi tagihan pengelola AP tidak pernah dipedulikannya.  Bahkan menurutnya, Akte No. 40 tersebut, tidak berlaku karena pihak AP telah membatalkan “Gentlement agreement” dan kesempatan yang diberikan untuk menunda pembayaran.  Hanya sewa ruangan, menurut Azis akan dibicarakan kembali di akhir tahun 2001.  Namun pengelola AP berpendapat sebaliknya.  Akte No. 40 tetap berlaku dan harga sewa ruangan tetap seperti yang tercantum pada Akta tersebut.
Hingga 10 Maret 2001, Azis seharusnya membayar US$311.048,50 dan Rp. 12.406.279,44 kepada PT AP.  Meski kian hari jumlah uang yang harus dibayarkan untuk ruangan yang ditempatinya terus bertambah, Azis tetap berkeras untuk tidak membayarnya.  Pengelola AP, yang mengajak Azis meramaikan pertokoan itu.
Pihak pengelola AP menutup Toko Barokah secara paksa.  Selain itu, pengelola AP menggugat Azis di Pengadilan Negeri Palembang.

CONTOH KASUS PERIKATAN TENTANG JUAL BELI TANAH
• Kasus Jayeng BANDUNG
Akta jual beli tanah Jayeng dari ahli waris Tasrip kepada pemilik Hotel Guma, dinilai cacat hukum. Akta yang disahkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) itu menyebutkan, tanah seluas 5.440 m2 di Kampung Jayeng beserta bangunan yang berdiri di atasnya dijual oleh Asya, ahli waris Tasrip, kepada Hendra Soegi, pemilik Hotel Guma.
Padahal, menurut Guru Besar Fakultas Hukum Unika Soegijapranata, Prof Dr Agnes Widanti SH CN, sejak puluhan tahun lalu warga hanya menyewa lahan; sedangkan bangunan rumah yang ada di kampung tersebut didirikan oleh warga.”Sejak 1995, ahli waris Tasrip  tidak pernah mengambil uang sewa tanah. Sebelumnya, sistem pembayaran sewa dilakukan secara ambilan, bukan setoran. Karenanya, warga dianggap tidak membayar,” kata Agnes dalam pertemuan membahas kasus sengketa Jayeng, di Balai Kota.
Baik dalam kasus perdata maupun pidana, Pengadilan Negeri Semarang menyatakan warga bersalah. Tak puas dengan amar putusan tersebut, warga Jayeng mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hingga hari ini belum ada putusan MA atas kasus tersebut.
Diskusi pakar hukum yang difasilitasi Desk Program 100 Hari itu, menghadirkan sejumlah pakar hukum. Selain Agnes, hadir pula pakar sosiologi hukum Undip, Prof Dr Satjipto Rahardjo SH, pakar hukum tata negara Undip, Arief Hidayat SH MH, dan pakar hukum agraria Unissula, Dr Ali Mansyur SH CN MH. Arief Hidayat menilai, ada fakta yang disembunyikan oleh notaris PPAT. Jika bangunan benar-benar milik warga, maka ahli waris Tasripien tidak berhak menjual bangunan itu kepada orang lain.
”Jika benar demikian, notaris PPAT yang mengurus akta jual-beli itu bisa diajukan ke PTUN. Sebagai pejabat negara, PPAT dapat digugat ke pengadilan tata usaha negara,” ujarnya.
TakMemutus Sewa
Pakar hukum agraria Unissula, Dr Ali Mansyur SH CN MH mengatakan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan, jual-beli tidak dapat memutus sewa-menyewa. Dalam ketentuan hukum perdata, sewa menyewa dapat dilakukan secara tertulis maupun secara lisan. Warga Jayeng, menurut Ali, hingga kini masih bersikukuh menyatakan bahwa mereka adalah para penyewa.
Sebaliknya, pemilik Hotel Guma merasa memiliki bukti kepemilikan yang sah, sehingga merasa berhak melakukan pengosongan lahan. ”Selama belum ada keputusan hukum yang tetap, upaya damai masih bisa dilakukan. Harus ada penyelesaian antara pemilik pertama (ahli waris Tasripien-Red), pemilik kedua (pemilik Hotel Guma), dan warga Jayeng,” usulnya.
Sementara itu Kepala Bagian Hukum Pemkot, Nurjanah SH menuturkan, terdapat 32 rumah dan satu musala di kampung Jayeng. Saat ini, ada 55 keluarga atau 181 jiwa yang tinggal di kampung tersebut. Menurutnya, pada 9 Januari lalu warga membentuk tim tujuh sebagai negosiator tali asih. Saat itu pemilik Hotel Guma bersedia memberi kompensasi sebesar Rp 300.000/m2, namun warga meminta Rp 2 juta/m2. Pemilik hotel kemudian menawar Rp 1 juta/m2, namun warga menolak.
Wakil Wali Kota, Mafu Ali mengatakan, Pemkot sudah berusaha memediasi warga dengan pemilik Hotel Guma. Bahkan, beberapa waktu lalu Mafu mengundang Hendra Soegiarto untuk membicarakan kemungkinan jalan damai. ”Namun rupanya, Hendra merasa lebih kuat karena pengadilan telah memenangkan kasusnya. Ia tidak bersedia negosiasi karena merasa menang,” kata dia.
Pada kesempatan itu, Mafu memperihatinkan aksi pembakaran boneka wali kota yang dilakukan warga Jayeng pada unjuk rasa beberapa waktu lalu. Menurut dia, Pemkot sudah melakukan berbagai upaya untuk membuat kasus Jayeng terselesaikan dengan baik. ”Kami sudah berbuat demikian, kok masih ada saja yang membakar boneka Pak Wali. Saya kan jadi perihatin,” ujarnya.

Friday, May 1, 2015

HUKUM PERDATA, HUKUM PERIKATAN, HUKUM PERJANJIAN, DAN HUKUM DAGANG





HUKUM PERDATA
Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Djojodiguno sebagai teremahan dariburgerlijkrecht pada masa penduduka jepang. Di samping istilah itu, sinonim hukum perdata adalah civielrechtdan privatrecht.
Para ahli memberikan batasan hukum perdata, seperti berikut. Van Dunne mengartikan hukum perdata, khususnya pada abad ke -19 adalah:
“suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat ecensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan. Sedangkan hukum public memberikan jaminan yang minimal bagi kehidupan pribadi”
Pendapat lain yaitu Vollmar, dia mengartikan hukum perdata adalah:
“aturan-aturan atau  norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan prseorangan dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengna kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas”

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengertian hukum perdata yang dipaparkan para ahli di atas, kajian utamnya pada pengaturan tentang perlindungan antara orang yang satu degan orang lain, akan tetapi di dalam ilmu hukum subyek hukum bukan hanya orang tetapi badan hukum juga termasuk subyek hukum, jadi untuk pengertian yang lebih sempurna yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum(baik tertulis maupun tidak tertulis) yang mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan kemasyarakatan.
Di dalam hukum perdata terdapat 2 kaidah, yaitu:
1.       Kaidah tertulis
Kaidah hukum perdata tertulis adalah kaidah-kaidah hukum perdata yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.
2.       Kaidah tidak tertulis
Kaidah hukum perdata tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum perdata yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam praktek kehidupan masyarakat (kebiasaan)
Subjek hukum dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
1.       Manusia
Manusia sama dengan orang karena manusia mempunyai hak-hak subjektif dan kewenangan hukum.
2.       Badan hukum
Badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, harta kekayaan, serta hak dan kewajiban.
Subtansi yang diatur dalam hukum perdata antara lain:
1.       Hubungan keluarga
Dalam hubungan keluarga akan menimbulkan hukum tentang orang dan hukum keluarga.
2.      Pergaulan masyarakat
Dalam hubungan pergaulan masyarakat akan menimbulakan hukum harta kekayaan, hukum perikatan, dan hukum waris.
Dari berbagai paparan tentang hukum perdata di atas, dapat di temukan unsur-unsurnya yaitu:
1.       Adanya kaidah hukum
2.       Mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain.
3.      Bidang hukum yang diatur dalam hukum perdata meliputi hukum orang, hukum keluarga, hukum benda, hukum waris, hukum perikatan, serta hukum pembuktia dan kadaluarsa.

B.        HUKUM PERDATA MATERIIL DI INDONESIA
            Hukum perdata yang berlaku di Indonesi beranekaragam, artinya bahwa hukum perdata yang berlaku itu terdiri dari berbagai macam ketentuan hukum,di mana setiap penduduk itu tunduk pada hukumya sendiri, ada yang tunduk dengan hukum adat, hukum islam , dan hukum perdata barat. Adapun penyebab adanya pluralism hukum di Indonesia ini adalah
1.       Politik Hindia Belanda
Pada pemerintahan Hindia Belanda penduduknya di bagi menjadi 3 golongan:
a.      Golongan Eropa dan dipersamakan dengan itu
b.      Golongan timur asing. Timur asing dibagi menjadi Timur Asing Tionghoa dan bukan Tionghoa, Seperti Arab, Pakistan. Di berlakukan hukum perdata Eropa, sedangkan yang bukan Tionghoa di berlakukan hukum adat.
c.      Bumiputra,yaitu orang Indonesia asli. Diberlakukan hukum adat.
Konsekuensi logis dari pembagian golongan di atas ialah timbulnya perbedaan system hukum yang diberlakukan kepada mereka.
2.       Belum adanya ketentuan hukum perdata yang berlaku secara nasional.

C.        SUMBER HUKUM PERDATA TERTULIS
Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi 2 macam:
1.       Sumber hukum materiil
Sumber hukum materiil adalah tempat dari mana materi hukum itu diambil. Misalnya hubungan social,kekuatan politik, hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional, dan keadaan georafis.
2.       Sumber hukum formal
Sumber hukum formal merupakan tempat memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum formal itu berlaku.
Volamar membagi sumber hukum perdata menjadi empat mecam. Yaitu KUHperdata ,traktat, yaurisprudensi, dan kebiasaan. Dari keempat sumber tersebut dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu sumber hukum perdata tertulis dan tidak tertulis. Yang di maksud dengan sumber hukum perdata tertulis yaitu tempat ditemukannya kaidah-kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya kaidah hukum perdata tertulis terdapat di dalam peraturan perundang-undanang, traktat, dan yurisprudensi. Sumber hukum perdata tidak tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tidak tertulis. Seperti terdapat dalam hukum kebiasaan.
Yang menjadi sumber perdata tertulis yaitu:
1.       AB (algemene bepalingen van Wetgeving) ketentuan umum permerintah Hindia Belanda
2.       KUHPerdata (BW)
3.       KUH dagang
4.       UU No 1 Tahun 1974
5.       UU No 5 Tahun 1960 Tentang Agraria.
Yang dimaksud dengan traktat adalah suatu perjanjian yang dibuat antara dua Negara atau lebih dalam bidang keperdataan. Trutama erat kaitannya dengan perjanjian internasioanl. Contohnya, perjanjian bagi hasil yang dibuat antara pemerintah Indonesia denang PT Freeport Indonesia.
Yurisprudensi atau putusan pengadilan meruapakan produk yudikatif, yang berisi kaidah atau peraturan hukum yang mengikat pidahk-pihak yang berperkara terutama dalam perkara perdata. Contohnya H.R 1919 tentang pengertian perbuatan melawan hukum . dengna adanya putsan tersebut maka pengertian melawan hukum tidak menganut arti luas. Tetapi sempit. Putusan tersebut di jadikan pedoman oleh para hakim di Indonesia dalam memutskan sengketa perbutan melawan hukum.
               

HUKUM PERIKATAN
A.        Pengertian
Adapun yang dimaksud dengan “perikatan” ialah suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak berpiutang atau “kreditur”, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang atau “debitur”. Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan “prestasi” yang menurut undang-undang dapat berupa:
·            Menyerahkan suatu barang
·            Melakukan suatu perbuatan
·            Tidak melakukan suatu perbuatan

B.        Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut:
1.      Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2.      Perikatan yang timbul dari undang-undang dapat dibagi menjadi dua yakni perikatan terjadi karena undang-undang akibat dari perbuatan manusia.
·            Perikatan terjadi karena UU semata misalnya kewajiban orang tua untuk memelihara dan mendidik anak yaitu hukum kewarisan.
·            Perikatan terjadi karena UU akibat perbuatan manusia menurut hukum terjadi karena perbuatan yang diperbolehkan (sah) dan yang bertentangan dengan hukum (tidak sah).
3.      Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum dan perwakilan sukarela.

C.        Azas-Azas Dalam Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata yakni menganut asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme.
1.      Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat didalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat dalah sah bagi mereka yang membuatnya. Dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai UU bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan UU, ketertiban umum dan norma kesusilaan.
2.      Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian asas konsensualise lazim disimpulkan dalam empat syarat:
·         Kata sepakat anatara para pihak yang mengikatkan diri
·         Cakap untuk membuat suatu perjanjian
·         Mengenai suatu hal tertentu
·         Suatu sebab yang Halal
Dengan demikian akibat dari terjadinya perjanjian maka UU menentukan bahwa perjanjian yang sah berkekuatan sebagai UU. Oleh karena itu semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya. Hal ini sesuai dengan asas kepribadian bahwa perjanjian mengikat bagi para pihak yang membuatnya kecuali kalau perjanjian itu untuk kepentingan pihak ketiga (barden beding) yang diatur dalam Pasal 1318 KUH Perdata. Dengan kata lain persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan adanya kata sepakat dari kedua belah pihak atau alasan oleh UU yang dinyatakan cukup untuk itu.

D.        Hapusnya Perikatan
Pasal 1381 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan sepuluh cara hapusnya suatu perikatan. Cara-cara hapusnya perikatan itu adalah ebagai berikut:
1.      Pembayaran
Nama “Pembayaran” dimaksudkan setiap pemenuhan perjanjian secara suka rela. Pembayaaran harus dilakukan kepada si berpiutang (kreditur) atau kepada seseorang yang dikuasakan olehnya atau juga kepada seorang yang dikuasakan hakim atau oleh UU untuk menerima pemabayaran bagi si berpiutang. Mengenai tempatnya pembayaran, pasal 1393 Kitab UU Hukum Perdata menerangkan ebagai berikut: “ Pembayaran harus dik\lakukan ditempat yang ditetapkan dalam perjanjian, jika dalam perjanjian tidak ditetapkan suatu tempat, maka pembayaran yang mengenai suatu barang tertentu harus dilakukan ditempat dimana barang itu sewaktu perjanjian dibuat.
2.      Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti Penyimpanan Atau Penitipan
Ini adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang (kreditur) menolak pembayaran. Caranya sebagai berikut: barang atau uang yang akan dibayarkan itu ditawarkan secara resmi oleh seorang nptaris atau seorang juru sita pengaadilan. Notaris atau juru sita memebuat suatu perincian dari barang atau uang yang akan dibayarkan dan pergi ke tempat tinggal kreditur untuk membayar hutangnya debitur terebut dengan menyerahkan barang atau uang yang telah terperinci. Notaris sudah menyediakan suatu proses verbal. Apabila kreditur suka menerima barang atau uang yang ditawarkan maka selesailah perkara pembayaran tersebut. Apabila menolak Notaris akan mempersilahkan kreditur menandatangani proses verbal tersebut, dengan demikian terdapatlah suatu bukti resmi bahwa si berpiutang yrlah menolak pembayaran. Langkah berikutnya ialah : si berhutang (debitur) dimuka pengadilan negeri dengan permohonan kepada pengadilan mengesahkan penawaran pembayaran yang telah dilakukan itu. Setelah disahkan maka barang atau uang yang akan dibayarkan itu disimpan atau dititipkan kepada panitera Pengadilan Negeri atas tanggungan atau resiko si berhutang dengan demikian terhapuslah hutang-pihutang itu.
3.      Pembaharuan Hutang Atau Novasi
Menurut pasal 1413 Kitab UU hukum Perdata ada tiga macam jalan untuk melaksanakan suatu pembaharuan hutang atau novasi yaitu :
a. Apabila seorang yang berhutang mebuat suatu perikatan hutang baru guna orang yang akan menghutangkan kepadanya, yang menggantikan huatang yang lama yang dihapuskan karenanya. Novasi ini dinamakan novasi obyektif karena yang diperbaharui adalah obyeknya perjanjian.
b. Apabila seorang berhutang baru ditunjuk menggantika orang berhutang lama, yang oleh si berpihutang dibebaskan dari perikatannya. Novasi ini dinamakan subyektif pasif karena yang diperbaharui adalah subyeknya debitur.
c. Apabila sebagai akibat dari suatu perjanjian baru kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur yang lama, terhadap siapa si berhutang dibebaskan dari perikatannya. Novasi ini dinamakan subyektif akhir karena yang diperbaharui adalah subyeknya kreditur.
4.   Perjumpaan Hutang Atau Kompensasi
Ini adalah suatu cara penghapusan hutang dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan hutang-pihutang secara bertimbal balik kreditur dan debitur. Jika dua orang saling berhutang maka terjadilah antara merekan satu perjumpaan dengan mana antara kedua orang tersebut dihapuskan. Diterangkan pasal 1424 Kitab UU Hukum Perdata bahwa perjumpaan itu terjadi demi hukum, bahkan   dengan setidak tahunya orang yang berssangkutan dan kedua hutang itu yang satu menghapuskan yang lain dan sebaliknya pada saat hutang itu bersama-sama ada, bertimbal balik untuk suatu jumlah yang sama. Agar dua hutang dapat diperjumpakan maka perlulah bahwa dua hutang itu seketika dapat ditetapkan besarnya atau jumlahnya dan seketika dapat ditagih.
5.                  Percampuran Hutang
Apabila kedudukan sebagai orang berhutang (kreditur) dan oarang yang berhutang (debitur) berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu bercampuran hutang dengan mana hutang piutang itu dihapuskan. Percampuran hutang yang terjadi pada dirinya si berhutang utama berlaku juga untuk keuntungan para penenggung hutangnya (borg) sebaliknya percampuran yang terjadi pada seorang penanggung hutang (borg) tidak sekali-kali mengakibatkan hapusnya hutang pokok.
6.      Pembebasan Hutang
Teranglah bahwa apabila si berpihutang dengan tegas menyatakan tidak menghendaki lagi prestasi dari si berhutang dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan oerjanjian, maka perikatan yaitu hubungan hutang-piutang- hapus, perikatan ini hapus karena pembebasan. Pembebasan sesuatu hutang tidak boleh dipersangkakan tetapi harus dibuktikan. Penggembalian sepucuk tanda piutang suka rela oleh si berpihutang kepada si berhutang merupakan suatu bukti tentang pembebasan hutangnya.
7.      Musnahnya Barang Yang Terhutang
Jika barang tertentu yang menjadi objek dari perjanjian musnah, tak ladi dapat diperdagangkan atau hilang hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada mka hapuslah perikatannya asal barang tadi musnah atau hilang diluar kesalahan si berhutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
8.      Kebatalan / Pembatalan
Yang diatur pasal 1446 adalah pembatalan perjanjian-perjanjian yang dapat dimintakan pembatalan (vernietigbaar atau voidable). Meminta pembatalan perjanjian yang kekurangan syarat subyektifnya itu dapat dilakukan dengan dua cara : pertama, secara aktif menurut pembatalan perjanjian yang demikian itu dimuka hakim. Kedua, secara pembelaan yaitu menunggu sampai digugat dimuka hakim untuk memenuhi perjanjian dan disitulah baru memajukan tentang kekurangannya perjanjian itu.
9.      Berlakunya Suatu Syarat Batal
Dalam hukum perjanjian pada azasnya syarat batal selamanya berlaku surut hingga saat lahirnya perjanjian. Suatu syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan perjanjiannya dan membawa segala sesuatu kembali kepada keadaan semula seolah-olah tidak pernah ada suatu perjanjian, demikianlah pasal 1265 Kitab UU Hukum Perdata. Dengan demikian maka syarat batal itu mewajibkan si berhutang untuk mengembalikan apa yang telah diterimanya, apabila peristiwa yang dimaksud itu terjadi.
10. Lewatnya Waktu
Menurut pasal 1946 Kitab UU Hukum Perdata, yang dinamakan “daluarsa” atau “lewat waktu” ialah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat yang ditentukan oleh UU. Dengan lewatnya waktu tersebut hapuslah setiap perikatan hukum dan tinggallah pada suatu “perikatan bebas” artinya kalau dibayar boleh tetapi tidak dapat dituntut dimuka hakim.

 HUKUM PERJANJIAN
A.        Standar Kontrak
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah. Kontrak baku menurut Munir Fuadi adalah : Suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah. Sedangkan menurut Pareto, suatu transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik dengan tidak seorangpun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan menurut ukuran Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien jika memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat keadan seseorang menjadi lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan yang memeperburuk.
 B.  Macam-Macam Perjanjian
Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, antara lain:
1.      Perjanjian Cuma Cuma (pasal 1314 KUHPERdata)
Suatu persetujuan dengan cuma cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Perjanjian dengan cuma cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misal: Hibah
2.      Perjanjian atas beban
Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Jadi, dua pihak dalam memberikan prestasi tidak imbang.
Contoh: Perjanjian pinjam pakai —-> debitur mempunyai beban untuk mengembalikan barang, sedangkan kreditur tidak.
Perjanjian cuma cuma dan atas beban penekanan perbedaannya ada di PRESTASI
3.      Perjanjian Timbal balik
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Hak dan Kewajiban harus imbang. Misal: Perjanjian Jual Beli
4.      Perjanjian Sepihak.
Hanya ada satu hak saja dan hanya ada satu kewajiban saja. cntoh: Hibah
Perjanjian Timbal Balik dan Sepihak penekanan perbedaannya ada di hak dan kewajiban.
5.      Perjanjian Konsesual
Perjanjian Konsesual adalah perjanjian di mana diantara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUPDT, perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat.( Pasal 1338)
6.      Perjanjian RIIL
Perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi penyerahan barang. Misal: Perjanjian penitipan barang, PErjanjian pinjam pakai.
7.      Perjanjian Formil
Perjanjian yang harus memakai akta nota riil. contoh: jual beli tanah.
8.      Perjanjian bernama dan tidak bernama
Perjanjian bernama (nomina) adalah perjanjian yang sudah diatur dan diberi nama di dalam KUHPDT.
Perjanjian tidak bernama (innomina) adalah perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPDT, namun perjanjian berkembang dalam masyarakat. Contoh: Perjanjian kerja sama, Perjanjian pemasaran, Perjanjian pengelolaan.
9.      Perjanjian Obligatoir
Perjanjian obligatoir adalah perjanjian dimana pihak pihak sepakat, mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain. Perjanjian obligatoir hanya melahirkan hak dan kewajiban saja, pelaksanaannya nanti.
10. Perjanjian Liberatoir
Perjanjian Liberatoir adalah perjanjian di mana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada. Misal Pembebasan Utang.

 C.       Syarat Sah Perjanjian
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
Dengan “sepakat” atau juga dinamakan “perizinan” dimaksudkan bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian harus bersepakat, “setuju” atau “seia-sekata” mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikenhendaki oleh pihak yang satu adalah juga yang dikehendaki oleh pihak yang lain.
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
Orang yang membuat suatu perjanjian harus “cakap” menurut hukum. Pada azasnya, setiap “orang yang sudah dewasa” dan sehat pikirannya, adalah cakap menurut hukum.
3.      Suatu hal tertentu.
Suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada ditangannya siberhutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharuskan oleh undang-undang. Juga jumlahnya tidak perlu disebutkan, asal saja kemudiaan dapt dihitung atau ditetapkan.
4.      Suatu sebab yang halal.
Dengan sebab (bahasa Belanda “oorzak”, bahasa Latin “causa”) ini dimaksudkan tiada lain dari pada perjanjian. Dengan segera harus dihilangkan suatu kemungkinan salah sangka, bahwa “sebab” itu adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian yang termaksud. Bukan itulah yang oleh UU dimaksudkan denagn “sebab” yang halal. Sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat suatu perjanjian atau dorongan jiwa untuk membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak diperdulikan oleh UU. Hukum pada asasnya tidak dihiraukan apa yang berada dalam gagasan seseorang atas apa yang dicita-citakan seorang. Yang diperhatikan oleh hukum atau UU hanyalah tindakan-tindakan orang dalam masyarakat. Jadi yang dimaksud dengan “sebab” atau “causa” suatu perjanjian adalah isi dari pada perjanjian itu sendiri.
Demikian menurut pasal 1320 Kitab UU Hukum Perdata.
Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyeknya dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

D.        Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Diperbedakan antara syarat subyektif dan syarat obyektif. Dalam halnya suatu syarat obyektif, maka kalau syarat itu tidak terpenuhi, perjanjian itu adalah “batal demi hukum”. Artinya : dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut, yaitu melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Dengan demikian maka tiada dasar untuk saling menuntut dimuka hakim. Dalam bahasa Inggris dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu “null and void”
Apabila pada waktu pembuatan perjanjian,ada kekurangan mengenai syarat yang subyektif, perjanjian itu bukannya batal demi hukum, tetapi dapat dimintakan pembatalannya (cencelling) oleh salah satu pihak. Pihak ini adalah : pihak yang tidak cakap menurut hukum (yang meminta: orangtua atau walinya, ataupun ia sendiri apabila ia sudah menjadi cakap) dan pihak yang memberikan perijinan atau menyetujui itu secara tidak bebas.
Persetujuan kedua belah pihak yang merupakan sepakat itu harus diberikan secara bebas. Dalam hukum perjanjian ada tiga sebab yang membuat perijinan tadi tidak bebas, yaitu : paksaan, kekhilafan dan penipuan. Yang dimaksud dengan pemaksaan adalah pemaksaan rohani atau jiwa (psikid), jadi bukan paksaan badan atau fisik. Kekhilafan atau Kekeliruan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi objek perjanjian, ataupun mengenaiorang dengan siapa diadakan perjanjian itu. Penipuan terjadi, apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan akal-akalan yang cerdik (tipu muslihat) untuk membujuk pihak lawannya memberikan perijinannya. Pihak yang menipu itu bertindak secara aktif untuk menjerumuskan pihak lawannya.

HUKUM DAGANG
 A.       Hubungan Hukum Perdata Dengan Hukum Datang
Prof. Subekti S.H . berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak peda tempatnya, oleh karena sebenarnya “Hukum Dagang” tidaklah lain daripada “Hukum Perdata”, dan perkataan “dagang” bukanlah suatu pengertian hukum, melainkan suatu pengertian ekonomi. Menurut beliau sudah diakui bahwa kedudukan KUHD terhadap KUHS adalah sebagai Hukum khusus terhadap Hukum umum.
Dengan perkataan lain menurut prof. Sudirman Kartohadiprojo: KUHD merupakan suatu LEX SPECIALIS terhadap KUHS sebagai LEX GENERALIS; maka sebagai Lex Specialis, kalau andaikata dalam KUHS terdapat ketetuan mengenai hal yang dapat aturan pula dalam KUHS, maka ketentuan dalam KUHD itulah yang berlaku. Adapun pendapat beberapa hukum lainnya tentang hubungan kedua hukum ini antara lain adalah sebagai berikut :
1.      Van Kan beranggapan, bahwa Hukum Dagang adalah suatu tambahan Hukum Perdata yaitu suatu tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus. KUHS memuat hukum perdata dalam arti sempit, sedangkan KUHD memuat panambahan yang mengatur hal-hal khusus hukum Perdata dalam arti sempit itu.
2.      Van Apeldoom menganggap Hukum Dagang suatu bagian istimewa dari lapangan Hukum Perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUHS.
3.      Sukardono menyatakan, bahwa pasal 1 KUHD “memelihara kesatuan antara Hukum Dagang dengan Hukum Perdata Umum….. sekedar KUHD itu tidak khusus menyimpang dari KUHS”.
4.      Tirtamijaya menyatakan, bahwa Hukum Dagang adalah suatu Hukum Sipil yang istimewa.



 B.       Berlakunya Hukum Dagang
Sebelum tahun 1938, Hukum Dagang hanya mengikat kepada para pedagang saja yang melakukan usaha dagang. Kemudian sejak tahun 1938 pengertian perbuatan dagang menjadi lebih luas dan dirubah menjadi perbuatan perusahaan yang mengandung arti menjadi lebih luas sehingga berlaku bagi setiap pengusaha (perusahaan).
Seorang baru dapat dikatakan menjalankan perusahaan jika telah memenuhi unsur-unsur seperti : terang-terangan, teratur bertindak keluar, dan bertujuan untuk memperoleh keuntungan materi. Dengan kata lain perusahaan yang dijalankan oleh seorang pengusaha dengan mempunyai kedudukan dan kualitas tertentu, sedangkan yang dinamakan pengusaha adalah setiap orang atau badan hukum yang langsung bertanggung jawab dan mengambil resiko didalam perusahaan dan juga mewakilinya secara sah. Oleh karena itu suatu perusahaan yang dijalankan oleh pengusaha dapat berbentuk sebagai berikut :
1.      Ia seorang diri saja
2.      Ia sendiri dan dibantu oleh para pembantu, dan
3.      Orang lain yang mengelola dengan pembantu-pembantu.
4.       
 C.       Hubungan Penguasa dan Pembantunya
Didalam menjalankan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri apabila jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua fungsi yakni:
1.      Pembantu di Dalam Perusahaan
Pembantu didalam perusahaan adalah mempunyai hubungan yang bersifat sub ordinasi, yaitu hubungan atas dan bawah sehungga berlaku suatu perjanjian perburuhan, mis pemimpin perusahaan, pemegang prokurasi dan pegawai perusahaan.
2.      Pembantu di Luar Perusahaan
Pembantu di luar perusahaan adalah mempunyai hubungan yang bersifat koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar sehingga berlaku suau perjanjian pemberian kuasa antara penerima kuasa yang akan memperoleh upah seperti yang diatur dalam Pasal 1792 KUH Perdata.

D.        Pengusaha dan Kewajibannya
Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut UU ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan (dipenuhi) oleh pengusaha, yaitu :
a. Membuat pembukuan
Didalam Pasal 6 KUH Dagang menjelaskan makna pembukuan, yakni mewajibkan setiap orang yang menjalankan perusahaan supaya membuat catatan atau pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal yang berkaitan dengan perusahaan sehingga dari catatan tersebut dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak.
Sedangkan dalam UU Nomor 8 Tahun 1997 Dokumen perusahaan berdasarkan Pasal 1 butir 2 merupakan data, catatan adan atau keterangan yang dibuat dan atau diterima oleh perusahaan dalam rangka pelaksanaan kegiatannya baik tertulis diatas kertas atau sarana lain maupun terekam dalam bentuk corak apapun yang dapat dilihat, dibaca dan didengar.
b. Mendaftarkan perusahaannya
Dengan adanya UU Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan menurut hukum wajib untuk melakukan pendaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 Juni 1985. Yang dimaksud dengan daftar perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan UU ini atau peraturan pelaksanaannya memuat hal-hal wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan, dan disahkan oleh pejabat yang berwenangdari kantor pendaftaran perusahaan.

 E.       Bentuk-Bentuk Badan Usaha
Bentuk-bentuk perusahaan secara garis besar dapat diklasifikasikan dan dilihat dari jumlah pemiliknya dan dilihat dari status hukumnya.
a. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari jumlah pemiliknya, terdiri dari perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan.
1) Perusahaan perseorangan : suatu perusahaan yang dimiliki oleh perseorangan atau seorang pengusaha.
    2) Perusahaan persekutuan : suatu perusahaan yang dimiliki oleh beberapa orang pengusaha yang bekerja sama dalam satu persekutuan.
b. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari status hukumnya terdiri dari perusahaan berbadan hukum dan perusahaan bukan badan hukum
     1)  Perusahaan berbadan hukum : sebuah subjek hukum yang mempunyai kepentingan sendiri terpisah dari kepentingan pribadi anggotanya.
     2)  Perusahaan bukan badan hukum : harta pribadi para sekutu juga akan terpakai untuk memenuhi kewajiban perusahaan tersebut biasanya perorangan maupun persekutuan.
Sementara itu didalam masyarakat dikenal dua macam perusahaan yakni perusahaan swasta dan perusahaan negara
a.)    Perusahaan Swasta : Perusahaan yang seluruh modalnya dimiliki oleh swasta dan tidak ada campur tangan pemerintah terbagi dalam tiga perusahaan swasta:
·      Perusahaan swasta nasional
·      Perusahaan swasta asing
·      Perusahaan patungan/campuran
b.)    Perusahaan Negara : Perusahaan yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki negara. Umumnya BUMN terdiri dari tiga bentuk yakni :
·      Perusahaan jawatan (Perjan)
·      Perusahaan umum (Perum)
·      Perusahaan perseroan (Persero)

 F.        Perseroan Terbatas
Bentuk badan usaha perseroan terbatas merupakan kumpulan orang yang diberi hak dan diakui oleh hukum untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1995 menyebutkan Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan usaha dengan modal dasr yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UU ini serta peraturan pelaksanaannya. Perseroan terbatas merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian dan melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham.
Pendirian perseroan terbatas berdasarkan Pasal 7 Ayat 1 UUPT bahwa PT harus didirikan oleh dua orang atau lebih baik secara perorangan maupun badan hukum. Untuk mendapatkan status sebagai badan hukum bagi perseroan yang bersangkutan para pendiri bersama-sama atau kuasa mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Kehakiman dan HAM dengan melampirkan data-data pendirian PT dan disahkan akte pendiriannya. Setelah jangka waktu 30 hari setelah disahkan direksi wajib mendaftarkan alte pendirian beserta surat pengesahan Menteri Kehakiman dan HAM ke dalam daftar perusahaan dikantor Departemen Perindustrian dan Perdagangan setempat.

G. Koperasi
Koperasi adalh perserikatan yang bertujuan memenuhi keperluan kebendaan para anggotanya dengan cara menjual barang-barang kebutuhan dengan harga murah, tidak bermaksud mencari untung. Seperti koperasi produksi, koperasi simpan pinjam dan koperasi konsimsi.

H. Yayasan
Yayasan adalah badan hukum yang tidak mampunyai anggota, dikelola oleh sebuah pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial mengusahakan yayasan dan bantuan seperti sekolah, rumah sakit dll.

I. Badan Usaha Milik Negara
Di Indonesia, Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang sebagian atau seluruh kepemilikannya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. BUMN dapat pula berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat.
Pada beberapa BUMN di Indonesia, pemerintah telah melakukan perubahan mendasar pada kepemilikannya dengan membuat BUMN tersebut menjadi perusahaan terbuka yang sahamnya bisa dimiliki oleh publik. Contohnya adalah PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
Sejak tahun 2001 seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh seorang Menteri Negara BUMN.

Jenis-Jenis BUMN
Jenis-jenis BUMN yang ada di Indonesia adalah:
1.      Perusahaan Perseroan (Persero)
Perusahaan persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas (PT) yang modal/sahamnya paling sedikit 51% dimiliki oleh pemerintah, yang tujuannya mengejar keuntungan. Maksud dan tujuan mendirikan persero ialah untuk menyediakan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat dan mengejar keuntungan untuk meningkatkan nilai perusahaan.
2.      Perusahaan Jawatan (Perjan)
Perusahaan Jawatan (perjan) sebagai salah satu bentuk BUMN memiliki modal yang berasal dari negara. Besarnya modal Perusahaan Jawatan ditetapkan melalui APBN. Contoh Perusahaan Jawatan (Perjan): Perjan RS Jantung Harapan Kita Perjan RS Cipto Mangunkusumo Perjan RS AB Harahap Kita Perjan RS Sanglah Perjan RS Kariadi Perjan RS M. Djamil Perjan RS Fatmawati Perjan RS Hasan Sadikin Perjan RS Sardjito Perjan RS M. Husein Perjan RS Dr. Wahidin Perjan RS Kanker Dharmais Perjan RS Persahabatan
3.      Perusahaan Umum (Perum)
Perusahaan Umum(PERUM) adalah suatu perusahaan negara yang bertujuan untuk melayani kepentingan umum,tetapi sekaligus mencari keuntungan. Contohnya : Perum Pegadaian, Perum Jasatirta, Perum DAMRI, Perum ANTARA, Perum Peruri, Perum Perumnas, Perum Balai Pustaka.

Manfaat BUMN:
·         Memberi kemudahan kepada masyarakat luas dalam memperoleh berbagai alat pemenuhan kebutuhan hidup yang berupa barang atau jasa.
·         Membuka dan memperluas kesempatan kerja bagi penduduk angkatan kerja.
·         Mencegah monopoli pasar atas barang dan jasa yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak oleh sekelompok pengusaha swasta yang bermodal kuat.
·         Meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi komoditi ekspor sebagai sumber devisa,baik migas maupun non migas.
·         Menghimpun dana untuk mengisi kas negara ,yang selanjutnya dipergunakan untuk memajukan dan mengembangkan perekonomian negara.


Sumber: