HUKUM PERDATA
Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan
oleh Prof. Djojodiguno sebagai teremahan dariburgerlijkrecht pada
masa penduduka jepang. Di samping istilah itu, sinonim hukum perdata adalah civielrechtdan privatrecht.
Para ahli memberikan batasan hukum perdata,
seperti berikut. Van Dunne mengartikan hukum perdata, khususnya pada abad ke
-19 adalah:
“suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat
ecensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan
perikatan. Sedangkan hukum public memberikan jaminan yang minimal bagi
kehidupan pribadi”
Pendapat lain yaitu Vollmar, dia mengartikan hukum perdata adalah:
“aturan-aturan atau norma-norma yang memberikan pembatasan
dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan prseorangan dalam
perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengna kepentingan yang
lain dari orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai
hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas”
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
pengertian hukum perdata yang dipaparkan para ahli di atas, kajian utamnya pada
pengaturan tentang perlindungan antara orang yang satu degan orang lain, akan
tetapi di dalam ilmu hukum subyek hukum bukan hanya orang tetapi badan hukum
juga termasuk subyek hukum, jadi untuk pengertian yang lebih sempurna yaitu
keseluruhan kaidah-kaidah hukum(baik tertulis maupun tidak tertulis) yang
mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain dalam hubungan
kekeluargaan dan di dalam pergaulan kemasyarakatan.
Di dalam hukum perdata terdapat 2 kaidah, yaitu:
1. Kaidah tertulis
Kaidah hukum perdata
tertulis adalah kaidah-kaidah hukum perdata yang terdapat di dalam peraturan
perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.
2. Kaidah
tidak tertulis
Kaidah hukum perdata
tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum perdata yang timbul, tumbuh, dan
berkembang dalam praktek kehidupan masyarakat (kebiasaan)
Subjek hukum dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
1. Manusia
Manusia sama dengan
orang karena manusia mempunyai hak-hak subjektif dan kewenangan hukum.
2. Badan
hukum
Badan hukum adalah
kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, harta kekayaan, serta hak
dan kewajiban.
Subtansi yang diatur dalam hukum perdata antara lain:
1. Hubungan keluarga
Dalam hubungan keluarga
akan menimbulkan hukum tentang orang dan hukum keluarga.
2. Pergaulan masyarakat
Dalam hubungan pergaulan
masyarakat akan menimbulakan hukum harta kekayaan, hukum perikatan, dan hukum
waris.
Dari berbagai paparan
tentang hukum perdata di atas, dapat di temukan unsur-unsurnya yaitu:
1. Adanya
kaidah hukum
2. Mengatur
hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain.
3. Bidang
hukum yang diatur dalam hukum perdata meliputi hukum orang, hukum keluarga,
hukum benda, hukum waris, hukum perikatan, serta hukum pembuktia dan
kadaluarsa.
B. HUKUM PERDATA MATERIIL DI INDONESIA
Hukum
perdata yang berlaku di Indonesi beranekaragam, artinya bahwa hukum perdata
yang berlaku itu terdiri dari berbagai macam ketentuan hukum,di mana setiap
penduduk itu tunduk pada hukumya sendiri, ada yang tunduk dengan hukum adat,
hukum islam , dan hukum perdata barat. Adapun penyebab adanya pluralism hukum
di Indonesia ini adalah
1. Politik Hindia Belanda
Pada pemerintahan Hindia
Belanda penduduknya di bagi menjadi 3 golongan:
a. Golongan
Eropa dan dipersamakan dengan itu
b. Golongan
timur asing. Timur asing dibagi menjadi Timur Asing Tionghoa dan bukan
Tionghoa, Seperti Arab, Pakistan. Di berlakukan hukum perdata Eropa, sedangkan
yang bukan Tionghoa di berlakukan hukum adat.
c. Bumiputra,yaitu
orang Indonesia asli. Diberlakukan hukum adat.
Konsekuensi logis dari
pembagian golongan di atas ialah timbulnya perbedaan system hukum yang
diberlakukan kepada mereka.
2. Belum adanya ketentuan
hukum perdata yang berlaku secara nasional.
C. SUMBER HUKUM PERDATA TERTULIS
Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan
menjadi 2 macam:
1. Sumber hukum materiil
Sumber hukum materiil
adalah tempat dari mana materi hukum itu diambil. Misalnya hubungan
social,kekuatan politik, hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional,
dan keadaan georafis.
2. Sumber hukum formal
Sumber hukum formal
merupakan tempat memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau
cara yang menyebabkan peraturan hukum formal itu berlaku.
Volamar
membagi sumber hukum perdata menjadi empat mecam. Yaitu KUHperdata ,traktat,
yaurisprudensi, dan kebiasaan. Dari keempat sumber tersebut dibagi lagi menjadi
dua macam, yaitu sumber hukum perdata tertulis dan tidak tertulis. Yang di
maksud dengan sumber hukum perdata tertulis yaitu tempat ditemukannya
kaidah-kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya kaidah
hukum perdata tertulis terdapat di dalam peraturan perundang-undanang, traktat,
dan yurisprudensi. Sumber hukum perdata tidak tertulis adalah tempat
ditemukannya kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tidak tertulis.
Seperti terdapat dalam hukum kebiasaan.
Yang
menjadi sumber perdata tertulis yaitu:
1. AB
(algemene bepalingen van Wetgeving) ketentuan umum permerintah Hindia
Belanda
2. KUHPerdata (BW)
3. KUH dagang
4. UU No 1 Tahun 1974
5. UU No 5 Tahun 1960
Tentang Agraria.
Yang dimaksud dengan traktat adalah suatu
perjanjian yang dibuat antara dua Negara atau lebih dalam bidang keperdataan.
Trutama erat kaitannya dengan perjanjian internasioanl. Contohnya, perjanjian
bagi hasil yang dibuat antara pemerintah Indonesia denang PT Freeport
Indonesia.
Yurisprudensi atau putusan pengadilan meruapakan
produk yudikatif, yang berisi kaidah atau peraturan hukum yang mengikat pidahk-pihak
yang berperkara terutama dalam perkara perdata. Contohnya H.R 1919 tentang
pengertian perbuatan melawan hukum . dengna adanya putsan tersebut maka
pengertian melawan hukum tidak menganut arti luas. Tetapi sempit. Putusan
tersebut di jadikan pedoman oleh para hakim di Indonesia dalam memutskan
sengketa perbutan melawan hukum.
HUKUM PERIKATAN
A. Pengertian
Adapun yang dimaksud
dengan “perikatan” ialah suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda)
antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu
dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan
itu. Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak berpiutang atau “kreditur”,
sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang atau
“debitur”. Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan “prestasi” yang
menurut undang-undang dapat berupa:
·
Menyerahkan suatu barang
·
Melakukan suatu perbuatan
·
Tidak melakukan suatu perbuatan
B. Dasar Hukum
Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata
terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut:
1.
Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2.
Perikatan yang timbul dari undang-undang dapat dibagi menjadi
dua yakni perikatan terjadi karena undang-undang akibat dari perbuatan manusia.
·
Perikatan terjadi karena UU semata misalnya kewajiban orang tua
untuk memelihara dan mendidik anak yaitu hukum kewarisan.
·
Perikatan terjadi karena UU akibat perbuatan manusia menurut
hukum terjadi karena perbuatan yang diperbolehkan (sah) dan yang bertentangan
dengan hukum (tidak sah).
3.
Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena
perbuatan melanggar hukum dan perwakilan sukarela.
C. Azas-Azas Dalam
Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam
Buku III KUH Perdata yakni menganut asas kebebasan berkontrak dan asas
konsensualisme.
1.
Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat didalam Pasal 1338 KUH
Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat dalah sah
bagi mereka yang membuatnya. Dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan
untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai UU bagi mereka sendiri,
dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan UU, ketertiban umum dan norma kesusilaan.
2.
Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme artinya
bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak
mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan
demikian asas konsensualise lazim disimpulkan dalam empat syarat:
·
Kata sepakat anatara para pihak yang mengikatkan diri
·
Cakap untuk membuat suatu perjanjian
·
Mengenai suatu hal tertentu
·
Suatu sebab yang Halal
Dengan demikian akibat dari terjadinya perjanjian maka UU
menentukan bahwa perjanjian yang sah berkekuatan sebagai UU. Oleh karena itu
semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang
membuatnya. Hal ini sesuai dengan asas kepribadian bahwa perjanjian mengikat
bagi para pihak yang membuatnya kecuali kalau perjanjian itu untuk kepentingan
pihak ketiga (barden beding) yang diatur dalam Pasal 1318 KUH
Perdata. Dengan kata lain persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan
adanya kata sepakat dari kedua belah pihak atau alasan oleh UU yang dinyatakan
cukup untuk itu.
D. Hapusnya
Perikatan
Pasal 1381 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
menyebutkan sepuluh cara hapusnya suatu perikatan. Cara-cara hapusnya perikatan
itu adalah ebagai berikut:
1.
Pembayaran
Nama “Pembayaran”
dimaksudkan setiap pemenuhan perjanjian secara suka rela. Pembayaaran harus
dilakukan kepada si berpiutang (kreditur) atau kepada seseorang yang dikuasakan
olehnya atau juga kepada seorang yang dikuasakan hakim atau oleh UU untuk
menerima pemabayaran bagi si berpiutang. Mengenai tempatnya pembayaran, pasal
1393 Kitab UU Hukum Perdata menerangkan ebagai berikut: “ Pembayaran harus
dik\lakukan ditempat yang ditetapkan dalam perjanjian, jika dalam perjanjian
tidak ditetapkan suatu tempat, maka pembayaran yang mengenai suatu barang
tertentu harus dilakukan ditempat dimana barang itu sewaktu perjanjian dibuat.
2.
Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti Penyimpanan Atau Penitipan
Ini adalah suatu cara
pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang (kreditur) menolak
pembayaran. Caranya sebagai berikut: barang atau uang yang akan dibayarkan itu
ditawarkan secara resmi oleh seorang nptaris atau seorang juru sita
pengaadilan. Notaris atau juru sita memebuat suatu perincian dari barang atau
uang yang akan dibayarkan dan pergi ke tempat tinggal kreditur untuk membayar
hutangnya debitur terebut dengan menyerahkan barang atau uang yang telah
terperinci. Notaris sudah menyediakan suatu proses verbal. Apabila kreditur
suka menerima barang atau uang yang ditawarkan maka selesailah perkara
pembayaran tersebut. Apabila menolak Notaris akan mempersilahkan kreditur
menandatangani proses verbal tersebut, dengan demikian terdapatlah suatu bukti
resmi bahwa si berpiutang yrlah menolak pembayaran. Langkah berikutnya ialah :
si berhutang (debitur) dimuka pengadilan negeri dengan permohonan kepada
pengadilan mengesahkan penawaran pembayaran yang telah dilakukan itu. Setelah
disahkan maka barang atau uang yang akan dibayarkan itu disimpan atau
dititipkan kepada panitera Pengadilan Negeri atas tanggungan atau resiko si
berhutang dengan demikian terhapuslah hutang-pihutang itu.
3.
Pembaharuan Hutang Atau Novasi
Menurut pasal 1413
Kitab UU hukum Perdata ada tiga macam jalan untuk melaksanakan suatu
pembaharuan hutang atau novasi yaitu :
a. Apabila seorang yang berhutang mebuat suatu perikatan hutang
baru guna orang yang akan menghutangkan kepadanya, yang menggantikan huatang
yang lama yang dihapuskan karenanya. Novasi ini dinamakan novasi obyektif
karena yang diperbaharui adalah obyeknya perjanjian.
b. Apabila seorang berhutang baru ditunjuk menggantika orang
berhutang lama, yang oleh si berpihutang dibebaskan dari perikatannya. Novasi
ini dinamakan subyektif pasif karena yang diperbaharui adalah subyeknya
debitur.
c. Apabila sebagai akibat dari suatu perjanjian baru kreditur
baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur yang lama, terhadap siapa si
berhutang dibebaskan dari perikatannya. Novasi ini dinamakan subyektif akhir
karena yang diperbaharui adalah subyeknya kreditur.
4. Perjumpaan Hutang Atau Kompensasi
Ini adalah suatu cara
penghapusan hutang dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan
hutang-pihutang secara bertimbal balik kreditur dan debitur. Jika dua orang
saling berhutang maka terjadilah antara merekan satu perjumpaan dengan mana
antara kedua orang tersebut dihapuskan. Diterangkan pasal 1424 Kitab UU Hukum
Perdata bahwa perjumpaan itu terjadi demi hukum, bahkan dengan
setidak tahunya orang yang berssangkutan dan kedua hutang itu yang satu
menghapuskan yang lain dan sebaliknya pada saat hutang itu bersama-sama ada,
bertimbal balik untuk suatu jumlah yang sama. Agar dua hutang dapat
diperjumpakan maka perlulah bahwa dua hutang itu seketika dapat ditetapkan
besarnya atau jumlahnya dan seketika dapat ditagih.
5.
Percampuran Hutang
Apabila kedudukan
sebagai orang berhutang (kreditur) dan oarang yang berhutang (debitur)
berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu bercampuran hutang
dengan mana hutang piutang itu dihapuskan. Percampuran hutang yang terjadi pada
dirinya si berhutang utama berlaku juga untuk keuntungan para penenggung
hutangnya (borg) sebaliknya percampuran yang terjadi pada seorang penanggung
hutang (borg) tidak sekali-kali mengakibatkan hapusnya hutang pokok.
6.
Pembebasan Hutang
Teranglah bahwa
apabila si berpihutang dengan tegas menyatakan tidak menghendaki lagi prestasi
dari si berhutang dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan
oerjanjian, maka perikatan yaitu hubungan hutang-piutang- hapus, perikatan ini
hapus karena pembebasan. Pembebasan sesuatu hutang tidak boleh dipersangkakan
tetapi harus dibuktikan. Penggembalian sepucuk tanda piutang suka rela oleh si
berpihutang kepada si berhutang merupakan suatu bukti tentang pembebasan
hutangnya.
7.
Musnahnya Barang Yang Terhutang
Jika barang tertentu
yang menjadi objek dari perjanjian musnah, tak ladi dapat diperdagangkan atau
hilang hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada mka
hapuslah perikatannya asal barang tadi musnah atau hilang diluar kesalahan si
berhutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
8.
Kebatalan / Pembatalan
Yang diatur pasal 1446
adalah pembatalan perjanjian-perjanjian yang dapat dimintakan pembatalan
(vernietigbaar atau voidable). Meminta pembatalan perjanjian yang kekurangan
syarat subyektifnya itu dapat dilakukan dengan dua cara : pertama, secara aktif
menurut pembatalan perjanjian yang demikian itu dimuka hakim. Kedua, secara
pembelaan yaitu menunggu sampai digugat dimuka hakim untuk memenuhi perjanjian
dan disitulah baru memajukan tentang kekurangannya perjanjian itu.
9.
Berlakunya Suatu Syarat Batal
Dalam hukum perjanjian
pada azasnya syarat batal selamanya berlaku surut hingga saat lahirnya
perjanjian. Suatu syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi,
menghentikan perjanjiannya dan membawa segala sesuatu kembali kepada keadaan
semula seolah-olah tidak pernah ada suatu perjanjian, demikianlah pasal 1265
Kitab UU Hukum Perdata. Dengan demikian maka syarat batal itu mewajibkan si
berhutang untuk mengembalikan apa yang telah diterimanya, apabila peristiwa
yang dimaksud itu terjadi.
10. Lewatnya Waktu
Menurut pasal 1946
Kitab UU Hukum Perdata, yang dinamakan “daluarsa” atau “lewat waktu” ialah
suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan
dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat yang ditentukan oleh UU.
Dengan lewatnya waktu tersebut hapuslah setiap perikatan hukum dan tinggallah
pada suatu “perikatan bebas” artinya kalau dibayar boleh tetapi tidak dapat
dituntut dimuka hakim.
HUKUM PERJANJIAN
A. Standar
Kontrak
Istilah perjanjian baku berasal dari
terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak
merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk
formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak,
terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah. Kontrak baku menurut Munir
Fuadi adalah : Suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak
dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate)
dalam bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini
ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan
data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya
dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau
hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-kalusul yang
sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku
sangat berat sebelah. Sedangkan menurut Pareto, suatu transaksi atau aturan
adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik dengan tidak
seorangpun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan menurut ukuran Kaldor-Hicks,
suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien jika memberikan akibat bagi
suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat keadan seseorang menjadi
lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan yang memeperburuk.
B. Macam-Macam Perjanjian
Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai
cara, antara lain:
1.
Perjanjian Cuma Cuma (pasal 1314 KUHPERdata)
Suatu persetujuan
dengan cuma cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu
memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu
manfaat bagi dirinya sendiri. Perjanjian dengan cuma cuma adalah perjanjian
yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misal: Hibah
2.
Perjanjian atas beban
Perjanjian atas beban
adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat
kontra prestasi dari pihak lain dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya
menurut hukum. Jadi, dua pihak dalam memberikan prestasi tidak imbang.
Contoh: Perjanjian
pinjam pakai —-> debitur mempunyai beban untuk mengembalikan barang,
sedangkan kreditur tidak.
Perjanjian cuma cuma
dan atas beban penekanan perbedaannya ada di PRESTASI
3.
Perjanjian Timbal balik
Perjanjian timbal
balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah
pihak. Hak dan Kewajiban harus imbang. Misal: Perjanjian Jual Beli
4.
Perjanjian Sepihak.
Hanya ada satu hak
saja dan hanya ada satu kewajiban saja. cntoh: Hibah
Perjanjian Timbal
Balik dan Sepihak penekanan perbedaannya ada di hak dan kewajiban.
5.
Perjanjian Konsesual
Perjanjian Konsesual
adalah perjanjian di mana diantara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian
kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUPDT, perjanjian ini sudah
mempunyai kekuatan mengikat.( Pasal 1338)
6.
Perjanjian RIIL
Perjanjian yang hanya
berlaku sesudah terjadi penyerahan barang. Misal: Perjanjian penitipan barang,
PErjanjian pinjam pakai.
7. Perjanjian Formil
Perjanjian yang harus
memakai akta nota riil. contoh: jual beli tanah.
8.
Perjanjian bernama dan tidak bernama
Perjanjian bernama
(nomina) adalah perjanjian yang sudah diatur dan diberi nama di dalam KUHPDT.
Perjanjian tidak
bernama (innomina) adalah perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPDT, namun
perjanjian berkembang dalam masyarakat. Contoh: Perjanjian kerja sama,
Perjanjian pemasaran, Perjanjian pengelolaan.
9.
Perjanjian Obligatoir
Perjanjian obligatoir
adalah perjanjian dimana pihak pihak sepakat, mengikatkan diri untuk melakukan
penyerahan suatu benda kepada pihak lain. Perjanjian obligatoir hanya
melahirkan hak dan kewajiban saja, pelaksanaannya nanti.
10. Perjanjian Liberatoir
Perjanjian Liberatoir
adalah perjanjian di mana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada.
Misal Pembebasan Utang.
C. Syarat
Sah Perjanjian
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat
syarat :
1.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
Dengan “sepakat” atau
juga dinamakan “perizinan” dimaksudkan bahwa kedua subyek yang mengadakan
perjanjian harus bersepakat, “setuju” atau “seia-sekata” mengenai hal-hal yang
pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikenhendaki oleh pihak yang
satu adalah juga yang dikehendaki oleh pihak yang lain.
2.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
Orang yang membuat
suatu perjanjian harus “cakap” menurut hukum. Pada azasnya, setiap “orang yang
sudah dewasa” dan sehat pikirannya, adalah cakap menurut hukum.
3.
Suatu hal tertentu.
Suatu perjanjian harus
mengenai suatu hal tertentu artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan
kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang
dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Bahwa
barang itu sudah ada atau sudah berada ditangannya siberhutang pada waktu
perjanjian dibuat, tidak diharuskan oleh undang-undang. Juga jumlahnya tidak
perlu disebutkan, asal saja kemudiaan dapt dihitung atau ditetapkan.
4.
Suatu sebab yang halal.
Dengan sebab (bahasa
Belanda “oorzak”, bahasa Latin “causa”) ini dimaksudkan tiada lain dari pada
perjanjian. Dengan segera harus dihilangkan suatu kemungkinan salah sangka,
bahwa “sebab” itu adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian
yang termaksud. Bukan itulah yang oleh UU dimaksudkan denagn “sebab” yang
halal. Sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat suatu perjanjian atau
dorongan jiwa untuk membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak diperdulikan
oleh UU. Hukum pada asasnya tidak dihiraukan apa yang berada dalam gagasan
seseorang atas apa yang dicita-citakan seorang. Yang diperhatikan oleh hukum
atau UU hanyalah tindakan-tindakan orang dalam masyarakat. Jadi yang dimaksud
dengan “sebab” atau “causa” suatu perjanjian adalah isi dari pada perjanjian
itu sendiri.
Demikian menurut pasal 1320 Kitab UU Hukum Perdata.
Dua syarat yang
pertama dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau
subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir
dinamakan syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyeknya
dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.
D. Pembatalan dan
Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Diperbedakan antara syarat subyektif dan
syarat obyektif. Dalam halnya suatu syarat obyektif, maka kalau syarat itu tidak
terpenuhi, perjanjian itu adalah “batal demi hukum”. Artinya : dari semula
tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.
Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut, yaitu melahirkan suatu
perikatan hukum adalah gagal. Dengan demikian maka tiada dasar untuk saling
menuntut dimuka hakim. Dalam bahasa Inggris dikatakan bahwa perjanjian yang
demikian itu “null and void”
Apabila pada waktu pembuatan perjanjian,ada kekurangan mengenai
syarat yang subyektif, perjanjian itu bukannya batal demi hukum, tetapi dapat
dimintakan pembatalannya (cencelling) oleh salah satu pihak. Pihak ini adalah :
pihak yang tidak cakap menurut hukum (yang meminta: orangtua atau walinya,
ataupun ia sendiri apabila ia sudah menjadi cakap) dan pihak yang memberikan
perijinan atau menyetujui itu secara tidak bebas.
Persetujuan kedua belah pihak yang merupakan
sepakat itu harus diberikan secara bebas. Dalam hukum perjanjian ada tiga sebab
yang membuat perijinan tadi tidak bebas, yaitu : paksaan, kekhilafan dan
penipuan. Yang dimaksud dengan pemaksaan adalah
pemaksaan rohani atau jiwa (psikid), jadi bukan paksaan badan atau fisik. Kekhilafan atau Kekeliruan terjadi apabila salah
satu pihak khilaf tentang hal-hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan atau
tentang sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi objek perjanjian,
ataupun mengenaiorang dengan siapa diadakan perjanjian itu. Penipuan terjadi, apabila satu
pihak dengan sengaja memberikan keterangan yang palsu atau tidak benar disertai
dengan akal-akalan yang cerdik (tipu muslihat) untuk membujuk pihak lawannya
memberikan perijinannya. Pihak yang menipu itu bertindak secara aktif untuk
menjerumuskan pihak lawannya.
HUKUM DAGANG
A. Hubungan
Hukum Perdata Dengan Hukum Datang
Prof. Subekti S.H . berpendapat bahwa
terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak peda tempatnya,
oleh karena sebenarnya “Hukum Dagang” tidaklah lain daripada “Hukum Perdata”,
dan perkataan “dagang” bukanlah suatu pengertian hukum, melainkan suatu
pengertian ekonomi. Menurut beliau sudah diakui bahwa kedudukan KUHD terhadap
KUHS adalah sebagai Hukum khusus terhadap Hukum umum.
Dengan perkataan lain menurut prof. Sudirman Kartohadiprojo:
KUHD merupakan suatu LEX SPECIALIS terhadap KUHS sebagai LEX GENERALIS; maka
sebagai Lex Specialis, kalau andaikata dalam KUHS terdapat ketetuan mengenai
hal yang dapat aturan pula dalam KUHS, maka ketentuan dalam KUHD itulah yang
berlaku. Adapun pendapat beberapa hukum lainnya tentang hubungan kedua hukum ini
antara lain adalah sebagai berikut :
1.
Van Kan beranggapan, bahwa Hukum Dagang adalah suatu tambahan
Hukum Perdata yaitu suatu tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus. KUHS
memuat hukum perdata dalam arti sempit, sedangkan KUHD memuat panambahan yang
mengatur hal-hal khusus hukum Perdata dalam arti sempit itu.
2.
Van Apeldoom menganggap Hukum Dagang suatu bagian istimewa dari
lapangan Hukum Perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUHS.
3.
Sukardono menyatakan, bahwa pasal 1 KUHD “memelihara kesatuan
antara Hukum Dagang dengan Hukum Perdata Umum….. sekedar KUHD itu tidak khusus
menyimpang dari KUHS”.
4.
Tirtamijaya menyatakan, bahwa Hukum Dagang adalah suatu Hukum
Sipil yang istimewa.
B. Berlakunya
Hukum Dagang
Sebelum tahun 1938, Hukum Dagang hanya
mengikat kepada para pedagang saja yang melakukan usaha dagang. Kemudian sejak
tahun 1938 pengertian perbuatan dagang menjadi lebih luas dan dirubah menjadi
perbuatan perusahaan yang mengandung arti menjadi lebih luas sehingga berlaku
bagi setiap pengusaha (perusahaan).
Seorang baru dapat dikatakan menjalankan perusahaan jika telah
memenuhi unsur-unsur seperti : terang-terangan, teratur bertindak keluar, dan
bertujuan untuk memperoleh keuntungan materi. Dengan kata lain perusahaan yang
dijalankan oleh seorang pengusaha dengan mempunyai kedudukan dan kualitas
tertentu, sedangkan yang dinamakan pengusaha adalah setiap orang atau badan
hukum yang langsung bertanggung jawab dan mengambil resiko didalam perusahaan
dan juga mewakilinya secara sah. Oleh karena itu suatu perusahaan yang
dijalankan oleh pengusaha dapat berbentuk sebagai berikut :
1.
Ia seorang diri saja
2.
Ia sendiri dan dibantu oleh para pembantu, dan
3.
Orang lain yang mengelola dengan pembantu-pembantu.
4.
C. Hubungan
Penguasa dan Pembantunya
Didalam menjalankan suatu perusahaan yang
dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri
apabila jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Pembantu-pembantu dalam
perusahaan dapat dibagi menjadi dua fungsi yakni:
1.
Pembantu di Dalam Perusahaan
Pembantu didalam
perusahaan adalah mempunyai hubungan yang bersifat sub ordinasi, yaitu hubungan
atas dan bawah sehungga berlaku suatu perjanjian perburuhan, mis pemimpin
perusahaan, pemegang prokurasi dan pegawai perusahaan.
2.
Pembantu di Luar Perusahaan
Pembantu di luar
perusahaan adalah mempunyai hubungan yang bersifat koordinasi, yaitu hubungan
yang sejajar sehingga berlaku suau perjanjian pemberian kuasa antara penerima
kuasa yang akan memperoleh upah seperti yang diatur dalam Pasal 1792 KUH
Perdata.
D. Pengusaha dan
Kewajibannya
Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan
perusahaan. Menurut UU ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan (dipenuhi)
oleh pengusaha, yaitu :
a. Membuat pembukuan
Didalam Pasal 6 KUH Dagang menjelaskan makna pembukuan, yakni
mewajibkan setiap orang yang menjalankan perusahaan supaya membuat catatan atau
pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal yang berkaitan dengan perusahaan
sehingga dari catatan tersebut dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak.
Sedangkan dalam UU Nomor 8 Tahun 1997 Dokumen perusahaan berdasarkan
Pasal 1 butir 2 merupakan data, catatan adan atau keterangan yang dibuat dan
atau diterima oleh perusahaan dalam rangka pelaksanaan kegiatannya baik
tertulis diatas kertas atau sarana lain maupun terekam dalam bentuk corak
apapun yang dapat dilihat, dibaca dan didengar.
b. Mendaftarkan perusahaannya
Dengan adanya UU Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan menurut
hukum wajib untuk melakukan pendaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan
dengan usahanya sejak tanggal 1 Juni 1985. Yang dimaksud dengan daftar
perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau
berdasarkan ketentuan UU ini atau peraturan pelaksanaannya memuat hal-hal wajib
didaftarkan oleh setiap perusahaan, dan disahkan oleh pejabat yang
berwenangdari kantor pendaftaran perusahaan.
E. Bentuk-Bentuk
Badan Usaha
Bentuk-bentuk perusahaan secara garis besar
dapat diklasifikasikan dan dilihat dari jumlah pemiliknya dan dilihat dari
status hukumnya.
a. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari jumlah pemiliknya,
terdiri dari perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan.
1) Perusahaan perseorangan : suatu perusahaan
yang dimiliki oleh perseorangan atau seorang pengusaha.
2) Perusahaan
persekutuan : suatu perusahaan yang dimiliki oleh beberapa orang pengusaha yang
bekerja sama dalam satu persekutuan.
b. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari status hukumnya
terdiri dari perusahaan berbadan hukum dan perusahaan bukan badan hukum
1) Perusahaan berbadan hukum :
sebuah subjek hukum yang mempunyai kepentingan sendiri terpisah dari
kepentingan pribadi anggotanya.
2) Perusahaan bukan badan hukum :
harta pribadi para sekutu juga akan terpakai untuk memenuhi kewajiban
perusahaan tersebut biasanya perorangan maupun persekutuan.
Sementara itu didalam
masyarakat dikenal dua macam perusahaan yakni perusahaan swasta dan perusahaan
negara
a.)
Perusahaan Swasta : Perusahaan yang seluruh modalnya dimiliki
oleh swasta dan tidak ada campur tangan pemerintah terbagi dalam tiga
perusahaan swasta:
· Perusahaan swasta
nasional
· Perusahaan swasta
asing
· Perusahaan
patungan/campuran
b.)
Perusahaan Negara : Perusahaan yang seluruh atau sebagian
modalnya dimiliki negara. Umumnya BUMN terdiri dari tiga bentuk yakni :
· Perusahaan jawatan
(Perjan)
· Perusahaan umum
(Perum)
· Perusahaan perseroan
(Persero)
F. Perseroan
Terbatas
Bentuk badan usaha perseroan terbatas
merupakan kumpulan orang yang diberi hak dan diakui oleh hukum untuk mencapai
tujuan tertentu. Dalam pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1995 menyebutkan Perseroan
terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan usaha dengan modal dasr yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UU ini serta
peraturan pelaksanaannya. Perseroan terbatas merupakan badan hukum yang
didirikan berdasarkan perjanjian dan melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham.
Pendirian perseroan terbatas berdasarkan Pasal 7 Ayat 1 UUPT
bahwa PT harus didirikan oleh dua orang atau lebih baik secara perorangan
maupun badan hukum. Untuk mendapatkan status sebagai badan hukum bagi perseroan
yang bersangkutan para pendiri bersama-sama atau kuasa mengajukan permohonan
tertulis kepada Menteri Kehakiman dan HAM dengan melampirkan data-data
pendirian PT dan disahkan akte pendiriannya. Setelah jangka waktu 30 hari
setelah disahkan direksi wajib mendaftarkan alte pendirian beserta surat
pengesahan Menteri Kehakiman dan HAM ke dalam daftar perusahaan dikantor
Departemen Perindustrian dan Perdagangan setempat.
G. Koperasi
Koperasi adalh perserikatan yang bertujuan memenuhi keperluan
kebendaan para anggotanya dengan cara menjual barang-barang kebutuhan dengan
harga murah, tidak bermaksud mencari untung. Seperti koperasi produksi,
koperasi simpan pinjam dan koperasi konsimsi.
H. Yayasan
Yayasan adalah badan hukum yang tidak mampunyai anggota,
dikelola oleh sebuah pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial mengusahakan
yayasan dan bantuan seperti sekolah, rumah sakit dll.
I. Badan Usaha Milik Negara
Di Indonesia, Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang
sebagian atau seluruh kepemilikannya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia.
BUMN dapat pula berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan
barang atau jasa bagi masyarakat.
Pada beberapa BUMN di Indonesia, pemerintah telah melakukan
perubahan mendasar pada kepemilikannya dengan membuat BUMN tersebut menjadi
perusahaan terbuka yang sahamnya bisa dimiliki oleh publik. Contohnya adalah
PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
Sejak tahun 2001 seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya
oleh Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh seorang Menteri Negara BUMN.
Jenis-Jenis BUMN
Jenis-jenis BUMN yang ada di Indonesia adalah:
1.
Perusahaan Perseroan (Persero)
Perusahaan persero
adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas (PT) yang modal/sahamnya paling
sedikit 51% dimiliki oleh pemerintah, yang tujuannya mengejar keuntungan.
Maksud dan tujuan mendirikan persero ialah untuk menyediakan barang dan atau
jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat dan mengejar keuntungan untuk
meningkatkan nilai perusahaan.
2.
Perusahaan Jawatan (Perjan)
Perusahaan Jawatan
(perjan) sebagai salah satu bentuk BUMN memiliki modal yang berasal dari
negara. Besarnya modal Perusahaan Jawatan ditetapkan melalui APBN. Contoh
Perusahaan Jawatan (Perjan): Perjan RS Jantung Harapan Kita Perjan RS Cipto
Mangunkusumo Perjan RS AB Harahap Kita Perjan RS Sanglah Perjan RS Kariadi
Perjan RS M. Djamil Perjan RS Fatmawati Perjan RS Hasan Sadikin Perjan RS
Sardjito Perjan RS M. Husein Perjan RS Dr. Wahidin Perjan RS Kanker Dharmais
Perjan RS Persahabatan
3.
Perusahaan Umum (Perum)
Perusahaan Umum(PERUM)
adalah suatu perusahaan negara yang bertujuan untuk melayani kepentingan
umum,tetapi sekaligus mencari keuntungan. Contohnya : Perum Pegadaian, Perum
Jasatirta, Perum DAMRI, Perum ANTARA, Perum Peruri, Perum Perumnas, Perum Balai
Pustaka.
Manfaat BUMN:
·
Memberi kemudahan kepada masyarakat luas dalam memperoleh
berbagai alat pemenuhan kebutuhan hidup yang berupa barang atau jasa.
·
Membuka dan memperluas kesempatan kerja bagi penduduk angkatan
kerja.
·
Mencegah monopoli pasar atas barang dan jasa yang merupakan
kebutuhan masyarakat banyak oleh sekelompok pengusaha swasta yang bermodal
kuat.
·
Meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi komoditi ekspor
sebagai sumber devisa,baik migas maupun non migas.
·
Menghimpun dana untuk mengisi kas negara ,yang selanjutnya
dipergunakan untuk memajukan dan mengembangkan perekonomian negara.
Sumber: